Jalan Malioboro adalah salah satu kawasan jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke persimpangan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Secara keseluruhan, kawasan Malioboro terdiri atas Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo.
Jalan ini menghubungkan Tugu Yogyakarta hingga menjelang kompleks Keraton Yogyakarta. Di sisi utara adalah Jalan Margo Utomo, yang terbentang dari selatan kawasan Tugu hingga sisi timur Stasiun Yogyakarta. Antara Jalan Margo Utomo dan Jalan Malioboro dipisahkan dengan perlintasan kereta api yang cukup unik, di mana perlintasan ini menggunakan palang pintu berjenis geser.[1]
Pada masa lalu, perlintasan ini dapat dilintasi oleh kendaraan umum sebagai penghubung Jalan Margo Utomo menuju Malioboro. Namun karena meningkatnya volume kendaraan yang melintas, membuat perlintasan ini hanya boleh dilintasi oleh kendaraan-kendaraan kecil seperti becak atau sepeda, sedangkan kendaraan lain harus memutar terlebih dahulu ke arah timur melewati Jembatan Kewek, kemudian berbelok ke arah barat melalui Jalan Abu Bakar Ali, barulah sampai di Jalan Malioboro.
Jalan Malioboro sebenarnya hanya terbentang dari sisi selatan rel kereta api, di depan Hotel Grand Inna hingga berakhir di Pasar Beringharjo sisi timur. Dari titik ini, nama jalan berubah menjadi Jalan Margo Mulyo hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Jalan Malioboro menjadi batas antara Kemantren Gedongtengen dan Kemantren Danurejan, di mana sisi barat Malioboro adalah wilayah dari kemantren Gedongtengen, dan sisi timur Malioboro adalah wilayah dari kemantren Danurejan. Sedangkan seluruh sisi jalan Margo Utomo adalah wilayah dari Kemantren Jetis, dan sisi jalan Margo Mulyo adalah wilayah dari Kemantren Gondomanan.
Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan ini, antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Yogyakarta, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Kantor DPRD DIY, Benteng Vredeburg, Hotel Grand Inna, Komplek Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Monumen Serangan Umum 1 Maret.
Jalan Malioboro terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas Jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual kuliner Jogja seperti gudeg. Jalan ini juga terkenal sebagai tempat berkumpulnya para seniman yang sering mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, happening art, pantomim, dan lain-lain.